Tuesday, June 11, 2013

Baja

Sejarah Penemu Baja

Baja berbeda dengan besi karena dalam baja kandungan karbon dikurangi dengan cara peleburan pada temperatur tinggi dan oksidasi karbon berkurang sampai kurang dari 1,7 persen dari kandungan logam itu. Pembuatan baja keras dalam jumlah sedikit bisa dilacak kembali pada Abad Pertengahan. Pada awal pembuatan baja, sebuah balok besi berulang-ulang dipanaskan dalam api batu bara dan kemudian dimasukkan ke dalam air atau darah. Baja keras, dengan sisa-sisa karbon dan mineral lainnya, dibuat melalui proses seperti itu di sejumlah pusat-pusat kota di Eropa seperti Toledo, Spanyol, dalam potongan-potongan baja yang kecil untuk membuat pisau, pisau kapak, dan pedang. Tetapi, kemajuan abad 19 dalam pembuatan baja memungkinkan produksi rel, balok, dan lembaran baja yang memiliki pengaruh dalam memajukan Revolusi Industri, yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari bagi jutaan orang. Penemuan yang belakangan atas logam baja mengembangkan logam-logam baru dengan karakteristik berbeda. Baja dengan kromium sekitar 11% menjadi baja tahan karat, sementara itu campuran logam dengan wolfram menghasilkan logam yang jauh lebih kuat.

Pada tahun 1856 seorang Insinyur Inggris bernama Henry Bessemer (1813-1898) menemukan sistem peleburan dengan tungku pembakaran di mana besi dimasukkan ke dalam sebuah kontainer (tempat peleburan) yang dibatasi dengan batu bata tahan panas. Bessemer membuka pabrik di Sheffield, Inggris, untuk mengimpor besi bebas biji fos for dari Swedia dan mulai memproduksi baja kualitas tinggi pada tahun 1860. Dalam sistem Bessemer udara bertekanan tinggi diuapkan dari bawah menuju bejana besar yang berisi bubur besi untuk membakar kotoran-kotoran seperti karbon. Setelah karbon dibakar, abu karbon (atau terak) akan tenggelam ke dasar kontainer yang kemudian akan dimiringkan untuk mengeluarkan logam yang telah bersih itu dari kontainer. Dalam sebuah metode yang berbeda pada tahun 1864, orang kelahiran Jerman yang bekerja di Inggris bernama William dan Friedrich Siemens mengembangkan metode tungku-terbuka, yang di dalamnya besi dipanaskan dari atas dengan udara dan gas yang telah dipanaskan sebelumnya. Satu tahun kemudian, Pierre dan Emile Martin di Perancis membuat beberapa pengembangan dalam motode itu. Pada tahun 1848 proses itu dikembangkan dalam metode oksigen murni, dengan memasukkan sebuah pipa atau galah dari atas ke dalam wajan pelebur dan membakar logam cair itu dengan oksigen dan bukan dengan udara. Metode Bessemer, Siemens Martin, dan metode oksigen murni semuanya adalah sama karena metode-metode itu memungkinkan produksi baja dalam skala besar melalui penggunaan gas yang dipompa (udara atau oksigen) untuk mempercepat dan meningkatkan pembakaran karbon yang ada dalam logam cair.

Dengan pengembangan dan menyebarnya proses Bessemer, maka dimungkinkan untuk mengganti lintasan rel dengan rel baja dan untuk memulai pembuatan gedung-gedung dan jembatan-jembatan kerangka baja. Produksi baja dalam skala besar mendorong pembangunan kereta uap di Amerika Serikat dan di seluruh dunia pada akhir abad 19. Setelah terjadinya Perang Saudara di Amerika Serikat, pembangunan gedung-gedung yang lebih dari 5 atau 6 lantai menjadi mungkin berkat pasokan baja sepuhan yang bisa disambung-sambung. Dengan pondasi batu yang kokoh di tempat-tempat seperti Manhattan, penemuan balok baja sepuhan, bersama-sama dengan tangga berjalan, membuat kerumunan pencakar langit sebagai ciri kota-kota modern bisa dilakukan. Lembaran-lembaran baja memungkinkan pembuatan ketel uap yang lebih kuat untuk mesin uap, begitu juga dengan temuan-temuan penerapan yang lain seperti gerbong kereta dan akhimya badan mobil.


No comments:

Post a Comment