Sunday, June 9, 2013

Baling-Baling Kapal

Sejarah Penemu Kapal Berpenggerak Baling-baling

Gagasan tentang kapal dengan baling-baling dan bukan kayuh atau roda kayuh telah dikembangkan pada sekitar tahun 1752, ketika seorang ahli fisika Swiss, Danel Bernoulli (1700-1782) menganjurkannya. Tetapi, agar alat itu bisa berjalan, diperlukan adanya mesin yang efisien, dan konsep itu tetap menjadi gagasan yang tidak terlaksana selama beberapa dekade berikutnya. John Fitch, seorang penemu berkebangsaan Amerika yang telah mengembangkan sistem kayuh dengan menggunakan mesin uap, bermain-main dengan konsep baling-baling itu pada tahun 1790-an, dan melakukan beberapa percobaan yang lain. Prinsip itu berdasarkan pada perlengkapan kuno, baling-baling Archimedes, yang merupakan sebuah spiral yang terbuat dari kayu atau logam yang dipasang pada sebuah as roda dan dikelilingi oleh pipa. Dengan satu ujung yang dimasukkan ke dalam air, ketika baling-baling itu bergerak, air akan dipompa keluar dari ujung yang lain. Idenya adalah jika baling-baling itu bisa dipasang secara horisontal di bawah atau di belakang perahu, itu akan mendorong perahu. Tetapi, kalau tidak cepat-cepat dibelokkan, baling-baling itu hanya akan masuk ke air tanpa memberikan daya yang diinginkan untuk mendorong kapal.

Kapal berpenggerak baling-baling modern diawali dengan penemuan yang terjadi pada tahun 1834 yang putaran baling-balingnya efektif untuk digunakan sebagai alat pendorong. Penjaga Pantai A. S.

Pada tahun 1828 seorang manajer hutan Austria, Joseph Ressel, mengembangkan kapal uji coba di Trieste, sebuah pelabuhan di Laut Adriatik, dengan menggunakan mesin uap berkekuatan 6 daya kuda dengan baling-baling yang dipasang di buritan kapal. Civette mencapai kecepatan lebih dari 7 knot, tetapi setelah terjadi kecelakaan pada ketel uapnya, kapal itu tidak pernah dicoba lagi. Pada tahun 1834, Francis Pettit Smith, seorang petani Inggris, mencoba dengan baling-baling kayu. Dia membuat sebuah kapal berbobot 237 ton, Archimedes, dan berharap untuk mempromosikan gagasan itu kepada Angkatan Laut Inggris. Pada percobaan yang dilakukan tahun 1838 kapal itu berjalan baik, mencapai kecepatan lebih dari 4 knot. Tetapi, separuh baling-baling itu patah selama diuji, separuhnya habis. Dengan berharap bisa berjalan kembali ke pelabuhan meskipun dengan menggunakan baling-baling yang tersisa, Smith terkejut karena menemukan bahwa kapal itu malah bergerak lebih cepat dibandingkan ketika baling-balingnya masih utuh. Penemuan yang kebetulan ini mengarahkan kepada pengembangan lebih lanjut, dan Smith bersama Archimedes segera bisa mencapai kecepatan sampai 13 knot, dan dalam perjalanan jauh rata-rata kecepatan kapal itu adalah 11 knot.

Para pembaharu kapal segera mengembangkan gagasan itu lebih jauh, dengan Isambard Kingdom Brunel (1806-1859) yang membangun baling-baling untuk menggerakkan kapal Great Britain yang berbobot 300 ton, yang berlayar pada tahun 1844 ke Amerika Serikat dengan catatan 14 1/2 hari. Cyrus Fried belakangan menggunakan Great Britain untuk memasang kabel bawah laut. John Ericsson (1803-1889) yang kelahiran Swedia mematenkan konsep pendorong baling-baling pada tahun 1838, dan di Amerika Serikat pada tahun 1849 ia membangun Princeton, kapal perang berpenggerak baling-baling pertama yang dilapisi logam. Mesin dipasang di bawah permukaan air untuk perlindungan. Angkatan-angkatan laut segera mengakui keunggulan baling-baling dibandingkan dengan roda kayuh, karena baling-baling yang seluruhnya terbenam merupakan target senjata lawan yang lebih sulit dibandingkan dengan pedal kayuh yang dipasang di atas permukaan air. Istilah screw propeller (baling-baling) lazim digunakan sampai akhir abad 19, lama setelah karakteristik bentuk memutar hasil percobaan awal ditinggalkan untuk mendapatkan baling-baling tunggal yang lebih efisien, dengan pisau-pisau yang dipasang mengelilingi as. Ericsson kemudian membangun kapal berpenggerak baling-baling untuk Angkatan Laut A.S, yang mendapatkan tempat dalam sejarah Perang Saudara, Monitor.

Pengembangan baling-baling yang berlangsung kemudian pada abad 19 dan 20 mengikutsertakan baling-baling yang beragam panjangnya. Selain itu dilakukan kajian-kajian ilmiah terhadap bentuk baling-baling untuk mengurangi pembuihan karena baling-baling berkecepatan tinggi cenderung menciptakan buih di air sehingga bisa menghalangi efisiensinya dan merusakkan pisau logam. Pekerjaan lain termasuk mengurangi suara yang dikeluarkan oleh baling-baling yang berputar, sebagai bagian dari upaya untuk mengheningkan kapal agar sulit diketahui pada saat berada di medan tempur.

No comments:

Post a Comment