Sejarah Penemu Pasteurisasi
Diberi nama berdasarkan nama penemu proses itu yang merupakan seorang ahli kimia dan mikrobiologi Perancis bernama Louis Pasteur (1822-1895), pasteurisasi pada awalnya dipahami sebagai metode untuk menjaga keasaman anggur dan bir. Pasteur percaya bahwa selama proses fermentasi berlangsung, anggur dan bir terkontaminasi oleh bakteri yang pada akhirnya menghasilkan asam laktis, yang menyebabkan keasaman. Dia juga menyatakan bahwa proses fermentasi yang disebabkan oleh ragi, bukanlah sebagai katalis, seperti yang dipercayai saat itu, tetapi sebagai organisme hidup. Teori kumannya tentang fermentasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1857. Dia menyatakan bahwa mikroba tidak secara langsung dihasilkan dalam makanan atau campuran fermentasi tetapi dihasilkan dari pertumbuhan organisme yang sebelumnya telah ada. Proses antibakterinya memerlukan pemanasan buatan pada temperatur rendah selama waktu tertentu untuk menghancurkan bakteri, dan ia menyatakan bahwa panas bisa digunakan untuk menyeterilkan berbagai macam produk makanan. Meskipun prosesnya itu banyak digunakan pada tahun 1860-an, pasteurisasi tidak dilakukan pada anggur dan juga bir di Eropa karena para ahli pencicip anggur dan bir menganggap cara ini merusak cita rasa selain bakterinya.
Kemasyuran Pasteur pada masa itu bukanlah dikarenakan penemuannya atas proses pasteurisasi makanan atau minuman tetapi berkat kerja vaksinasinya melawan penyakit-penyakit, terutama rabies. Pada tahun 1882 ia mengembangkan sebuah vaksin untuk melawan rabies dan juga cara perawatan untuk manusia yang telah tergigit oleh binatang yang terkena rabies.
Pasteurisasi susu didukung oleh Alice Catherine Davis (1881-1975). Seorang ilmuwan yang bekerja untuk the Dairy Division dari Bureau of Animal Industry di Amerika Serikat. Dia menemukan beberapa bakteri di dalam susu dan berteori bahwa bakteri itu bukannya muncul dari kontaminasi selama pengiriman tetapi dari sapi itu sendiri. Brucellosis, atau pusing berputar-putar, adalah penyakit yang diakibatkan oleh bakteri itu. Pasteurisasi susu menjadi kontroversi pada tahun 1920-an, tetapi pada tahun 1930-an telah menjadi praktik standar di Amerika Serikat. Proses itu memerlukan pemanasan susu pada suhu sekitar 145° F selama setengah jam atau suhu yang lebih tinggi lagi untuk jangka waktu yang lebih singkat. Pengembangan berikutnya yaitu pasteurisasi dengan suhu sangat panas yang memerlukan pemanasan singkat sampai sekitar 300° F selama satu atau dua detik, yang setelah itu susunya, jika dibungkus dengan rapat, bisa disimpan selama beberapa bulan tanpa perlu didinginkan. Beberapa makanan telah disterilkan atau dipasteurisasikan dengan menggunakan beberapa dosis radiasi sinar beta atau gamma.
Saya menyatakan bahwa saya telah menemukan sebuah solusi praktis dan tepat atas persoalan sulit yang saya ajukan kepada diri saya sendiri yaitu proses manufaktur, yang tidak tergantung pada masa dan tempat, yang seharusnya menghilangkan perlunya cara lain terhadap metode pendinginan yang mahal yang dilakukan dalam proses-proses yang telah ada, dan pada saat yang sama menjamin awetnya produk ini untuk jangka waktu yang lama. Penelitian yang baru ini didasarkan pada prinsip-prinsip yang sama yang telah membimbing saya dalam penelitian terhadap anggur, jenewer, dan penyakit cacing pita.Prinsip-prinsip, yang penerapannya sangat praktis. Etiologi penyakit¬penyakit menular bisa, mungkin, mendapatkan kejelasan dari mereka secara tak terduga. Saya tidak perlu menebak-nebak mengenai keuntungan yang tampaknya bertambah pada sektor industri makanan bila bersedia menerima proses pemasakan seperti itu, seperti yang terjadi pada penelitian saya terhadap subjek itu yang telah memungkinkan saya untuk menemukannya, dan dari penerapan fakta baru itu yang kepadanya proses ini dibangun. Waktu merupakan juru taksir terbaik untuk kerja ilmiah, dan saya tidak sadar bahwa sebuah penemuan industri jarang memberikan semua hasilnya ke tangan penemunya yang pertama.
No comments:
Post a Comment